Senin, 06 Februari 2023

KETIKA TASBIH BERCINTA 1


Arini tak kuasa menahan kekesalannya. Dibantingnya hasil ujian statistik ditangannya ke atas meja. Ia tak habis pikir, mengapa nilai ujian sebagian besar mata kuliahnya masih saja jeblok. Padahal ia merasa dalam ujian kali ini sudah berusaha lebih maksimal dibanding ujian-ujian sebelumnya, dimana Ia selama ini memang sangat cuek dengan urusan mata kuliah. Ia lebih suka shopping bareng teman-temannya lalu berburu kuliner dari resto ke resto. Atau jika tidak, ia menghabiskan waktunya di depan laptop mengutak-atik facebook. Di tengah kegalauannya tiba-tiba HPnya berbunyi. Rupanya telepon dari Boby, cowok yang dipacarinya sejak tiga bulan yang lalu.

“Halo honey, lagi dimana nih?”

“Aku masih di kampus nih say, kesel banget, masak nilaiku masih jeblok semua!”

“Ya udah, Abang jemput ya, terus kita jalan-jalan sambil cari makanan kesukaanmu, gimana?” 

“Ok dech honey, aku tunggu di tempat biasa ya!”

            Arini tersenyum. Sejenak ia mulai melupakan masalahnya. Menurutnya Boby memang cowok pilihan yang tepat. Bukan hanya memiliki wajah yang tampan dan tajir, tapi Ia juga pengertian dan bisa menjadi pelipur di kala hatinya lara.

            Tidak banyak yang tahu, termasuk Arini, bahwa nama lengkap Boby sebenarnya adalah Rizky Tasbihullisan. Wajahnya yang mirip artis dan anak seorang pengusaha terkenal di kotanya, ditambah kemampuannya merayu yang di atas rata-rata membuatnya dengan mudah menaklukkan hati wanita yang diinginkannya. Tak heran, dunia asmaranya tak cukup hanya berpetualang dari hati ke hati, tapi tak jarang dalam waktu bersamaan dilakoni dengan beberapa cinta sekaligus. Dasar playboy!

            “Kok lama banget say? Perutku udah laper banget nih!” rengek Arini manja ketika Boby tiba.

            “Sory cantik, tadi masih ngisi bensin, silahkan tuan putri!” kilah Boby sambil membukakan pintu mobil.

            “Kita makan di mana say?”

            “Tenang aja, abang akan bawa kamu ke tempat spesial dengan menu serba spesial!”

            “Wah, abang tau aja kesukaan Arini, jadi nggak sabar nih”.

            Tak lama kemudian mereka pun tiba di cafĂ© Platinum, tempat santap siang para eksmud yang cukup terkenal.

            “Silahkan tuan putri pilih menunya!” goda Boby dengan gaya seorang waitress sambil menyodorkan daftar menu.

            “Thanks honey,” balas Arini dengan wajah kemerahan. Tersanjung.

            Tiba-tiba HP Boby berbunyi. Rupanya SMS dari Evita. Waduh aku hampir lupa, hari ini kan ulang tahun Evita, pikir Boby kaget. Padahal dia belum menyiapkan hadiah untuk cewek yang baru dipacarinya sebulan yang lalu itu.

            “Dari siapa say, kok kaget begitu, ada apa?”

            “Ah, nggak apa-apa, hampir lupa beli hadiah untuk ultah adik,” kilah Boby berbohong.

            “Ya udah, nanti sekalian habis makan aku temani belanja ya!”

            “Oke manis, selamat menikmati hidangannya ya!” balas Boby dengan wajah innocent  khas playboy.

            Malam itu Boby segera meluncur kerumah Evita. Sosok pacarnya yang satu ini berbeda seratus delapan puluh derajat dari Arini. Evita yang terkenal kutu buku tidak suka hang out bersama teman-temannya apalagi ke acara-acara pesta dan kemeriahan lainnya. Ia lebih suka suasana sepi perpustakaan atau toko buku sambil melahap berbagai buku bacaan, mulai dari novel romantis hingga filsafat klasik. Tak heran jika cewek berkacamata ini mendapat IP lumayan di kampus. Selain yang berbau bacaan, hal yang disukainya adalah nonton film-film terbaru, terutama film ber-genre adventures.

            Happy birthday honey… I wish you all the best!” sapa Boby tanpa basa-basi setelah bertemu Evita di depan pintu rumahnya sambil menyodorkan kado dengan pita merah ditangannya. Isinya adalah Novel terbaru karya pengarang favorit Evita yang tadi siang dipilihkan oleh Arini. Boby bilang ke Arini kalau adiknya yang ultah itu adalah kutu buku dan bla bla bla…

            Thanks a lot my prince, you’re so kind…!” balas Evita surprised sambil merangkulkan tangannya ke leher Boby. Boby segera membalas dengan kecupan di kening pacarnya itu.

            “Gimana kalau kita nonton bioskop malam ini? Abang udah siapkan dua karcis lho!” tawar Boby.

            “Oh ya?! mau bangeet… by the way, film apa honey?” Tanya Evita penasaran.

            Ada aja, abang yakin kamu pasti suka, ok!” kelit Boby tak mau pacarnya kehilangan rasa penasaran.

            “Uuh dasar… tapi nggak apa-apa dech,” Evita menyerah sambil mencubit lengan kekasihnya.

            Akhirnya kedua insan dimabuk cinta itu larut dalam kebahagiaan mereka. Evita merasa sangat beruntung karena dianugerahi kekasih sebaik Boby. Tak terpikir olehnya bahwa ia hanya menjadi korban dari kebiasaan Boby yang doyan berpetualang dari satu gadis ke gadis lainnya. Bagi Boby, bercinta dengan beberapa gadis berbeda type dan kebiasaan, adalah hal yang dapat menghindarkannya dari kebosanan. Persetan dengan kesetiaan! Kesetiaan hanya melahirkan rasa possessive dan kecemburuan, yang akhirnya bermuara pada kecengengan. Puiih!

* * *

             Pagi itu Bobby sedang berjalan menuju ruang Auditorium kampus untuk menghadiri acara bedah buku tentang Jejaring Zionisme yang diadakan oleh para aktivis Lembaga Dakwah Kampus. Sebenarnya ia kurang minat dengan diskusi, apalagi yang bertemakan SARA. Namun entah kenapa hari ini ia mau menghadiri undangan Khalid, teman sekelasnya yang aktifis dakwah. Selain karena memang lagi tidak ada jam kuliah, sejak beberapa hari lalu Boby dihantui rasa penasaran pada seseorang. Ia adalah gadis berjilbab yang motornya tersenggol tak sengaja oleh mobilnya. Sekilas ia sempat memandang wajah gadis itu, namun ketika ia membuka kaca mobilnya untuk meminta maaf, gadis itu sudah keburu pergi. Ia masih ingat wajah gadis itu, dari busananya, ia yakin kalau gadis itu juga aktifis dakwah, siapa tahu bisa ketemu di acara ini, harap Boby.

            Tiba-tiba matanya menangkap sosok jilbaber yang sedang menuju ke arah yang sama dengannya. Ya, benar, dialah orang yang saya cari, ini kesempatan yang baik buat minta maaf sekalian berkenalan. Ternyata manis juga, pikirnya nakal. Wajahnya yang berseri terbalut jilbab, matanya yang terjaga alias lebih banyak menunduk menambah pesona berbeda dibanding dengan kebanyakan perempuan yang pernah didekatinya selama ini. Baru kali ini ia menyadari bahwa wanita berjilbab tidak saja bisa terlihat cantik tapi juga menyejukkan hati. Boby mulai bersiap dengan akting nomor sebelas. Masuki dulu atmosfirnya, sok alim, lalu keluarkan jurus maut andalannya.

            “Assalamualaikum!” sapa Boby saat berpapasan di dekat pintu sambil tetap menundukkan kepala hanya ujung matanya saja yang masih saja melirik ke arah si gadis.

            “Waalaikum salam warahmatullah!” jawab gadis tersebut kaget mendapat salam tiba-tiba dari orang yang tak dikenalnya.

”Nama saya Tasbih, Tasbihullisan, bolehkah tahu nama anda?” entah kenapa ia tak dapat berbohong pada gadis tersebut dengan menggunakan nama samarannya selama ini. Namun gadis tersebut terlihat cuek bahkan segera meneruskan langkahnya. Dengan sigap Boby segera melanjutkan serangannya.

“Ukhti, Demi Tuhan ana akan melakukan tiga kebaikan hari ini jika anda menjawab tiga pertanyaan ana!” Boby tahu kosakata arab tersebut saat ngobrol dengan Khalid beberapa waktu lalu. Semoga ampuh, harapnya. Dan ternyata gadis berjilbab itu seketika berhenti. Boby pun tak mau kehilangan buruannya.

“Maafkan ana atas tabrakan kecil beberapa waktu lalu, Siapakah nama ukhti? Bersediakah Ukhti menikah dengan ana?” serang Boby mantap. Ia sadar jika tipe gadis dihadapannya itu sangat anti dengan istilah pacaran, tidak seperti Arini, Evita dan gadis-gadis yang pernah ia taklukkan selama ini. Alhasil, gadis itu akhirnya menoleh meski sesaat dan mulai mau bersuara.

“Panggil saya Hanifa, saya sudah memaafkan, jika butuh bantuan silahkan akhi menghubungi sekretariat LDK di dekat masjid Kampus!” balasnya seraya berlalu meninggalkan Boby yang terbengong sendirian.

Yes! Pekik Boby dalam hati. Meskipun pertanyaan terakhirnya tak mendapat jawaban langsung, tapi ia cukup puas dengan sekedar mengetahui nama gadis itu. Tinggal follow up-nya saja pikirnya. Ia tak sanggup menggambarkan perasaannya saat ini. Entah mengapa menatap gadis itu perasaannya bergetar tak seperti biasa. Menaklukkan gadis-gadis seperti yang pernah dipacarinya selama ini sudah menjadi hal yang biasa baginya. Tapi yang ini beda, ada tantangan tersendiri yang sulit untuk dijelaskan. Yang pasti, demi memenuhi janjinya pada Hanifa untuk melakukan tiga kebaikan hari ini, ia akan menggagalkan dua janji kencannya dengan Arini dan Evita, dan yang ketiga dia akan mencari Khalid untuk belajar lebih banyak tentang LDK.

* * *

Waktu terus berlalu. Tak terasa sudah seminggu sejak kejadian di Audit, Boby masih larut dalam upaya tebar pesona demi memperjuangkan target terbarunya. Setiap hari ia menyibukkan diri dengan aktifitas di seputar lingkungan masjid kampus, seperti halaqah, shalat berjama’ah, membaca al-Qur’an dll. Dagunya yang tajam mulus mulai menghitam ditumbuhi bulu-bulu halus. Saya belum pernah gagal mendapatkan gadis yang saya inginkan! Tekadnya. Semua pacarnya dengan mudah dapat ditaklukkan dengan menggunakan cara yang sama, yaitu masuki atmosfernya, penuhi keinginannya dan sentuh hatinya, pasti klepek-klepek! Termasuk targetnya saat ini yang menurutnya paling berat dibanding sebelum-sebelumnya, yaitu mendapatkan cinta Hanifa. Meskipun untuk itu ia harus melakukan apa yang selama ini tak pernah terbayangkan dalam kehidupannya yang hedonis dan glamour.  

Karena tak ingin konsentrasinya pecah, praktis selama itu pula ia tak pernah lagi mengencani Arini dan Evita kecuali via SMS atau telepon, itupun jarang-jarang. Tak ayal, keduanya jadi uring-uringan. Arini yang lebih agresif mulai mencari informasi tentang keberadaan pacarnya itu. Dari teman-teman Boby akhirnya Arini kaget setelah mengetahui seperti apa sebenarnya sosok Arjunanya itu. Bahkan ia lebih kaget lagi ketika tahu bahwa pacar lain dari Boby adalah Evita yang tak lain adalah temannya sendiri semasa SMA. Awalnya ia sempat melabrak Evita sehingga terjadi percekcokan hebat. Tapi akhirnya keduanya menyadari bahwa mereka sebenarnya bernasib sama, yaitu sama-sama korban Boby. Berangkat dari nasib yang sama itu pula, merekapun lalu menyusun sebuah rencana!

Suatu ketika Boby yang di kalangan aktifis dakwah lebih akrab dipanggil Tasbih mulai memberanikan diri curhat kepada Khalid tentang apa yang sedang membuncah di hatinya.

“Akh Khalid, apakah mencintai seorang lawan jenis itu dilarang dalam agama?”

“Antum ada-ada saja, tentu saja tidak, justru hal itu adalah nikmat yang harus disyukuri selama disalurkan dengan cara yang dibenarkan oleh agama,” jelas Khalid. “Wah, jadi curiga nih, jangan-jangan lagi kasmaran ya?” sambungnya penuh selidik.

Akhirnya Boby menceritakan segala yang sedang dirasakannya saat itu sekaligus meminta solusi yang harus ditempuhnya. Khalid pun dengan panjang lebar menjelaskan langkah-langkah apa yang harus dilakukan untuk meraih asanya tersebut sebagaimana yang sudah lazim bagi para aktifis dakwah. Sebagai langkah pertama yang harus dilakukan adalah proses ta’aruf / perkenalan antara kedua lawan jenis. Proses ini diawali dengan saling mengenal lebih jauh tentang curriculum vitae atau biodata diri masing-masing baik melalui media tertulis atau langsung dari keluarga atau orang terdekatnya. Jika ada kecocokan barulah dilakukan pertemuan langsung dengan didampingi wali atau keluarga si gadis. Setelah itu barulah keputusan akhir bisa didapatkan, jadi atau gagal.

“Ok akh, ana siap melalui semua proses itu, tapi gimana dengan Hanifa?” tanya Boby masih bingung.

“Tenang saja, nanti ana yang akan menghubungi walinya, antum siapkan saja biodatanya, ok!” jelas Khalid sambil menepuk pundak Boby yang sudah kelihatan tak sabar.

Akhirnya genderang pun ditabuh (perang kali!). Dengan antusias Boby menyiapkan biodatanya sesuai dengan kesepakatan dari pihak si gadis. Bahkan tidak itu saja, Boby juga mendapatkan beberapa foto Hanifa sebagai bahan pertimbangan sebelum mereka bertemu langsung. Kata bersaut, gayung bersambut! Bisik hati Boby yakin bahwa upayanya kali ini kembali akan menuai hasil. Apalagi sesuai dengan permintaan dari pihak si gadis, pertemuan itu ternyata akan segera digelar lebih cepat dari dugaannya selama ini. Tiga hari lagi! Ya, tiga hari lagi ia akan segera bertemu dengan gadis pujaannya. Petualangan terakhirnya!? Yup, Boby berjanji untuk mengakhiri kebiasaannya mempermainkan wanita. Ia akan segera menikahi Hanifa, lalu memulai hidup baru yang jauh dari rekam jejak masa lalunya.

Tiga hari kemudian pertemuanpun dilangsungkan di kediaman Hanifa. Boby datang tidak sendirian, tapi ditemani Khalid, biar lebih tegar katanya. Setelah berbasa-basi sejenak, perbincangan inti pun di mulai. Dengan penuh percaya diri Tasbih alias Boby menyampaikan maksud kedatangannya ke tempat itu. Meskipun sudah berpengalaman dalam urusan tembak-menembak gadis, tapi untuk kali ini ia harus menyiapkan mental ekstra untuk melakukannya. Kalau sebelumnya ia hanya berdua-dua saja di tempat tertentu, tapi sekarang ia berada di tengah-tengah keluarga besar si gadis. Keringat mulai membasahi keningnya bersamaan dengan akhir dari perkataannya. Walaupun sebelumnya sudah yakin, tetap saja hatinya berdebar dan tak sabar menunggu jawaban langsung dari Hanifa.  

“Akhi Tasbih, menjalin silaturrahim dan persaudaraan adalah anjuran agama, dan yang memutuskannya akan di laknat oleh Allah azza wajalla. Saya dan seluruh keluarga tentu senang dengan kunjungan silaturrahim ini……”

“Jadi ukhti menerima lamaran ana…?” potong Boby tak sabar.

“Sebentar, saya belum selesai,” lanjut Hanifa. “Usaha menjalin persaudaraan juga ada etikanya, tidak boleh ada pihak lain yang merasa tersakiti sehingga akan mengganggu silaturrahmi yang sudah terjalin sebelumnya. Jadi, atas dasar ini pula, dengan berat hati saya tidak bisa menerima lamaran anda, karena jika diterima, ada orang-orang yang selama ini sudah lebih dahulu menjalin silaturrahim dengan saya akan tersakiti perasaannya!”

“Wah… ini nggak fair, jadi lamaran saya ditolak karena sudah ada orang lain yang lebih dahulu melamar ukhti, Siapa dia? Kenapa tidak disampaikan sebelumnya!?” balas Boby tak terima.

“Bukan, tapi mereka adalah teman-teman saya sejak SMA, Arini dan Evita……..!”   

 

 Siantan Hilir,  Juni 2009

 

(Cerpen yang judulnya diilhami film KCB ini pernah di muat di harian Pontianak Post edisi Juli 2009)